Ilustari |
Sumbawa, NAYADA INDO -
Sebuah desa di Pegunungan Batulanteh, Sumbawa, berada di
ketinggian 900 mdpl. Desa tersebut bernama Desa Tepal. Desa ini merupakan salah
satu desa yang selamat dari letusan dahsyat Gunung Tambora pada 1815 silam,
menjadi tempat berdiamnya Suku Samawa yang merupakan suku asli masyarakat
Sumbawa. Butuh waktu 4 jam mencapai desa ini. Mental pun harus siap menempuh
lembah dan gunung sejauh 67 kilometer dengan menggunakan kendaraan off-road bermesin 4x4. Hal tersebut
karena akses yang masih primitif, jauh dari kesan modern.
Keberagaman Kopi Indonesia seperti Kopi Sumatera,
Sulawesi, Jawa dan Bali yang terkenal di beberapa negara, Indonesia juga punya
Kopi Tepal yang merupakan hasil kekayaan alam wilayah Timur Indonesia. Kopi
Tepal pun termasuk ke dalam salah satu jenis Specialty Coffee yang dikembangkan oleh pemerintah NTB. Sebagai
salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Kabupaten Sumbawa, masyarakat desa
ini umumnya berprofesi sebagai petani kopi. Ladang kopi yang tumbuh subur
seluas 350 – 500 hektar di area desa menjadikan kopi dari Desa Tepal sangat
terkenal di Nusa Tenggara Barat. Produksi kopi dari Desa Tepal mencapai 4 s/d 5 ribu ton per tahun. Harga
biji kopi kering robusta berkisar Rp. 15 s/d 22 ribu per kg, dan kopi arabika
harga jual seharga Rp. 15 s/d 30 ribu per kg.
Masyarakat Tepal menanam padi di lahan pertanian
seperlunya yaitu sebagai bahan konsumsi, tidak untuk dijual seperti kopi. Lahan
pertanian di desa Tepal berupa perswahan dan ladang yang digarap tiap tahun
karena masyarakat Tepal mengandalkan air hujan.
Secara umum, terdapat 3 Jenis Kopi Tradisional yang ada
di desa Tepal:
1.
Kopi Arabika
Memiliki cita rasa yang terbaik berasal dari Ethiopia. Dapat tumbuh
pada ketinggian 600 – 200 meter di atas permukaan laut dan pohonnya dapat
tumbuh mencapai 3 meter bila kondisi lingkungan baik dengan suhu optimal 18 –
260 derajat celcius.
2.
Kopi Robusta
Ditemukan di Kongo tahun 1898. Dapat tumbuh dengan ketinggian 800
meter di atas permukaan laut dan lebih resisten terhadap serangan hama dan
penyakit.
3.
Kopi Luwak
Merupakan jenis turunan atau subvarietas dari kopi Arabika dan
Robusta dengan memanfaatkan Luwak sebagai pengolah.
Masing-masing jenis kopi berdaya saing nasional dan
telah menjadi komoditi utama di wilayah Nusa Tenggara Barat. Produksinya
mencapai 4000 – 5000 ton per tahun. Harga biji kopi kering jenis Robusta yaitu
15.000 – 22.000 rupiah per kilogram. Arabika dijual mulai 15.000 – 30.000
rupiah per kilogram. Ada juga kopi bubuk yang telah disangrai dijual dengan
harga yang lebih tinggi.
Mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani kopi.
Namun, keuntungan yang diterima para petani kopi terbilang rendah akibat
penjualan yang terbatas pada biji kopi mentah yang telah dikeringkan. 1 karung biji kopi seberat 60 kilogram dijual
dengan harga Rp 20.000 per kilogram. Dari hasil penjualan tersebut, masyarakat
menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok.
Walaupun dikenal sebagai daerah penghasil kopi,
masyarakat justru lebih sering mengonsumsi kopi bubuk instan dibandingkan
mengolah biji kopi yang mereka hasilkan untuk dikonsumsi. Menurut pengakuan
warga setempat, saat ini terdapat satu badan usaha swasta yang telah berhasil
mengembangkan usaha pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk. Produk tersebut
bahkan telah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia, hingga diekspor
ke Jeddah dan Madinah. (dida)
0 comments:
Post a Comment